Rabu, 10 Oktober 2012

Terapi Musik

Terapi Musik 

Suara ternyata memiliki efek menyembuhkan. Kini, terapi suara telah menjadi salah satu pengobatan alternatif yang bisa dipilih. Metode ini telah menjamur di masyarakat di luar negeri. Diddi Agephe adalah seorang terapis suara di Indonesia. Ia telah menekuni bidang musik sejak tahun 1987, namun baru memperkenalkan suara sebagai terapi di indonesia empat tahun yang lalu.

Diddi, demikian sapaan akrabnya, memang dekat dengan dunia musik. Selain sebagai terapis, ia juga berprofesi sebagai komposer. Indra Lesmana dan Titi DJ adalah beberapa musisi yang juga pernah bekerja sama dengannya. Namun Diddi ingin talenta musiknya juga berguna bagi orang lain, terutama untuk menyembuhkan. Ia pun mulai meramu musik-musik yang bersifat meditasi.

 ”Sejak kelahiran anak pertama, saya merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Tapi saya melihat, masih banyak orang lain yang tidak seberuntung saya. Saat itulah inspirasi saya membuat musik yang sifatnya meditasi muncul,” ujar Diddi seperti

 Setelah itu, Diddi mulai menekuni ilmu terapi suara. Dalam frekuensi yang sesuai, suara dapat menyembuhkan berbagai penyakit, terutama yang bersumber dari perasaan dan pikiran. Tak hanya itu, menurut penelitian, berbagai virus penyakit juga mati jika diberi suara dengan frekuensi khusus.

Metode yang paling sering digunakan Diddi adalah mencari satu nada yang tepat untuk menyembuhkan pasiennya. Nada itu dapat ditentukan oleh berbagai hal, tergantung kasus yang dialami. Kemudian Diddi akan meramu suara dan musik meditasi untuk pasiennya tersebut.

 Diddi sadar, metode pengobatan alternatif ini masih terbilang baru di tanah air. Tak mudah juga membuat orang langsung percaya dengan metode pengobatan yang dipakainya. “Mengingat metode ini sudah dilaksanakan di banyak negara, saya biasanya menampilkan video-video yang bisa dicari di Internet mengenai pengobatan ini ke pasien saya untuk meyakinkannya,”

 Yang paling menarik dari terapi suara, para pasien tak akan tergantung pada terapisnya. Setelah mereka menemukan frekuensi dan nada yang tepat untuk menyembuhkan penyakitnya, maka mereka bebas mempraktikkannya sendiri tanpa bantuan terapis.

“Jadi mereka bisa menyembuhkan dirinya sendiri,” Diddi Agephe.
Read More » Terapi Musik

Cara Membaca Tab Guitar

Cara Baca Tablature


nah sobat saya akan kasih sobat ilmu bukan ilmu hitam tapi cara gimana membaca tab guitar :

Cara Membaca Tab Guitar


banyak yang kita temukan pada saat kita belajar guitar hal seperti tab ini,nah untuk itu saya akan membahas cara bacanya

Bagian Pertama :

e |–1—2—3—4————————

B |—————————————–

G |—————————————–

D |—————————————–

A |—————————————–

E |—————————————–

artinya petik senar pertama (paling bawah) berturut-turut mulai dari fret (kolom) 1, fret 2, fret 3, fret 4

|—————————————–

|———————-1—2—3—4—-

|—————————————–

|—————————————–

|—————————————–

|—————————————– artinya petik senar kedua (dari bawah) berturut-turut mulai dari fret (kolom) 1, fret 2, fret 3, fret 4

|—————0————————-

|———–2——2———————

|——–3————-3—————–

|—–4——————-4————–

|—————————————–

|—————————————–

Artinya

1. petik senar ke-4 (hitung dari bawah) fret (kolom) ke-4 lalu

2. petik senar ke-3 (hitung dari bawah) fret (kolom) ke-3 lalu

3. petik senar ke-2 (hitung dari bawah) fret (kolom) ke-2 lalu

4. petik senar ke-1 (paling bawah) fret (kolom) ke-0 (dilepas)

Cara baca tablature Bagian kedua

Pada bagian ke dua ini hanya menjelaskan cara baca tanda pada tablature

Contoh

|–7/9–

|——-

|——-

|——-

|——-

|——-

Artinya slide petik senar ke satu (paling bawah) pada fret/kolom ke 7 lalu tanpa diangkat

geser ke depan sampe ke senar sembilan (tanpa di petik lagi senarnya).

Contoh

|–9\7–

|——-

|——-

|——-

|——-

|——-

Artinya kebalikannya dari slide.

Contoh

|–7h9– kebalikannya |–9p7–

|——- |——-

|——- |——-

|——- |——-

|——- |——-

|——- |——-

Artinya h (hammer on)

Gampangnya gini tekan dulu senar satu kolom ke tujuh pake telunjuk lalu petik jangan dilepas

lalu pijit senar ke sembilan pake jari manis. Ingat petik hanya sekali untuk dua nada.

Artinya p (full off)

Teken dahulu pada senar satu kolom ke sembilan (pake jarimanis) dan kolom ke tujuh (pake telunjuk).

Lalu petik senar (keluar nada pada kolom sembilan) kemudian angkat jarimanis (keluar nada pada kolom

tujuh).

Contoh

|——-

|–12b–

|——-

|——-

|——-

|——-

Penjelasan sederhana.

Petik senar ke dua kolom duabelas (usahakan pijit dengan tiga jari agar kuat) tahan

lalu geser ke arah atas (bukan ke depan) sampe dapet suara nada senar ke 13 (setengah nada) atau ke 14

(satu nada)

nah jika ada yang ditanyakan silakan koment.......
Read More » Cara Membaca Tab Guitar

Selasa, 09 Oktober 2012

Seni Dalam Perspektif Islam

Seni Dalam Perspektif Islam.


Karena bernyanyi dan bermain musik adalah bagian dari seni, maka kita akan meninjau lebih dahulu definisi seni, sebagai proses pendahuluan untuk memahami fakta (fahmul waqi’) yang menjadi objek penerapan hukum.

Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), indera pendengar (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama) (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 13).

Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik tersebut. Seni musik membahas antara lain cara memainkan instrumen musik, cara membuat not, dan studi bermacam-macam aliran musik. Seni musik ini bentuknya dapat berdiri sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa vokal) dan dapat juga disatukan dengan seni vokal.

Seni instrumentalia, seperti telah dijelaskan di muka, adalah seni yang diperdengarkan melalui media alat-alat musik. Sedang seni vokal, adalah seni yang diungkapkan dengan cara melagukan syair melalui perantaraan oral (suara saja) tanpa iringan instrumen musik.
Seni vokal tersebut dapat digabungkan dengan alat-alat musik tunggal (gitar, biola, piano, dan lain-lain) atau dengan alat-alat musik majemuk seperti band, orkes simfoni, karawitan, dan sebagainya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 13-14).
Bahwa hukum menyanyi dan bermain musik bukan hukum yang disepakati oleh para fuqaha, melainkan hukum yang termasuk dalam masalah khilafiyah. Jadi para ulama mempunyai pendapat berbeda-beda dalam masalah ini (Syaikh Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah, hal. 41-42; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 96; Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 21-25; Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam Islam, hal. 3).
Karena itu, boleh jadi pendirian penulis dalam tulisan ini akan berbeda dengan pendapat sebagian fuqaha atau ulama lainnya. Pendapat-pendapat Islami seputar musik dan menyanyi yang berbeda dengan pendapat penulis, tetap penulis hormati.

Hukum Melantunkan Nyanyian (al-Ghina’ / at-Taghanni)
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyanyi (al-ghina’ / at-taghanni). Sebagian mengharamkan nyanyian dan sebagian lainnya menghalalkan. Masing-masing mempunyai dalilnya sendiri-sendiri. Berikut sebagian dalil masing-masing, seperti diuraikan oleh al-Ustadz Muhammad al-Marzuq Bin Abdul Mu’min al-Fallaty mengemukakan dalam kitabnya Saiful Qathi’i lin-Niza’ bab Fi Bayani Tahrimi al-Ghina’ wa Tahrim Istima’ Lahu juga oleh Dr. Abdurrahman al-Baghdadi dalam bukunya Seni dalam Pandangan Islam (hal. 27-38), dan Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki dalam Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas (hal. 97-101):
Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian:

a. Berdasarkan firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Qs. Luqmân [31]: 6)
Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud.
Ayat-ayat lain yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah Qs. an-Najm [53]: 59-61; dan Qs. al-Isrâ’ [17]: 64 (Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 20-22).

b. Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590].

c. Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih].

d. Hadits dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda:
“Nyanyian itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang.” [HR. Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi, hadits mauquf].

e. Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda:
“Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.].

f. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2. Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).”

Dalil-Dalil yang Menghalalkan Nyanyian:
a. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).

b. Hadits dari Nafi’ ra, katanya:
Aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami mendengar suara seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya terus berjalan sambil berkata; “Hai Nafi, masihkah kau dengar suara itu?” sampai aku menjawab tidak. Kemudian dia lepaskan jarinya dan berkata; “Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw.” [HR. Ibnu Abid Dunya dan al-Baihaqi].

c. Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:
Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:
“Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra].

d. Dari Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda:
“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan.” [HR. Bukhari].

e. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata:
“Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah Saw)” [HR. Muslim, juz II, hal. 485].
Imam asy-Syafi’i mengatakan bahwa tidak dibenarkan dari Nabi Saw ada dua hadits shahih yang saling bertentangan, di mana salah satunya menafikan apa yang ditetapkan yang lainnya, kecuali dua hadits ini dapat dipahami salah satunya berupa hukum khusus sedang lainnya hukum umum, atau salah satunya global (ijmal) sedang lainnya adalah penjelasan (tafsir). Pertentangan hanya terjadi jika terjadi nasakh (penghapusan hukum), meskipun mujtahid belum menjumpai nasakh itu (Imam asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul Ila Tahqiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushul, hal. 275).

Karena itu, jika ada dua kelompok dalil hadits yang nampak bertentangan, maka sikap yang lebih tepat adalah melakukan kompromi (jama’) di antara keduanya, bukan menolak salah satunya. Jadi kedua dalil yang nampak bertentangan itu semuanya diamalkan dan diberi pengertian yang memungkinkan sesuai proporsinya. Itu lebih baik daripada melakukan tarjih, yakni menguatkan salah satunya dengan menolak yang lainnya. Dalam hal ini Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah menetapkan kaidah ushul fiqih:

Al-‘amal bi ad-dalilaini —walaw min wajhin— awlâ min ihmali ahadihima “Mengamalkan dua dalil —walau pun hanya dari satu segi pengertian— lebih utama daripada meninggalkan salah satunya.” (Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh, hal. 390).
Prinsip yang demikian itu dikarenakan pada dasarnya suatu dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan (tak diamalkan). Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan:
Al-ashlu fi ad-dalil al-i’mal lâ al-ihmal “Pada dasarnya dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, juz 1, hal. 239).

Atas dasar itu, kedua dalil yang seolah bertentangan di atas dapat dipahami sebagai berikut : bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan hukum umum nyanyian. Sedang dalil yang membolehkan, menunjukkan hukum khusus, atau perkecualian (takhsis), yaitu bolehnya nyanyian pada tempat, kondisi, atau peristiwa tertentu yang dibolehkan syara’, seperti pada hari raya. Atau dapat pula dipahami bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan keharaman nyanyian secara mutlak. Sedang dalil yang menghalalkan, menunjukkan bolehnya nyanyian secara muqayyad (ada batasan atau kriterianya) (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 63-64; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 102-103).

Dari sini kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya. Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 64-65; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 103).

Hukum Mendengarkan Nyanyian (Sama’ al-Ghina’)
Hukum menyanyi tidak dapat disamakan dengan hukum mendengarkan nyanyian. Sebab memang ada perbedaan antara melantunkan lagu (at-taghanni bi al-ghina’) dengan mendengar lagu (sama’ al-ghina’). Hukum melantunkan lagu termasuk dalam hukum af-‘âl (perbuatan) yang hukum asalnya wajib terikat dengan hukum syara’ (at-taqayyud bi al-hukm asy-syar’i). Sedangkan mendengarkan lagu, termasuk dalam hukum af-‘âl jibiliyah, yang hukum asalnya mubah. Af-‘âl jibiliyyah adalah perbuatan-perbuatan alamiah manusia, yang muncul dari penciptaan manusia, seperti berjalan, duduk, tidur, menggerakkan kaki, menggerakkan tangan, makan, minum, melihat, membaui, mendengar, dan sebagainya. Perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada af-‘âl jibiliyyah ini hukum asalnya adalah mubah, kecuali adfa dalil yang mengharamkan. Kaidah syariah menetapkan:
Al-ashlu fi al-af’âl al-jibiliyah al-ibahah “Hukum asal perbuatan-perbuatan jibiliyyah, adalah mubah.” (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 96).
Maka dari itu, melihat —sebagai perbuatan jibiliyyah— hukum asalnya adalah boleh (ibahah). Jadi, melihat apa saja adalah boleh, apakah melihat gunung, pohon, batu, kerikil, mobil, dan seterusnya. Masing-masing ini tidak memerlukan dalil khusus untuk membolehkannya, sebab melihat itu sendiri adalah boleh menurut syara’. Hanya saja jika ada dalil khusus yang mengaramkan melihat sesuatu, misalnya melihat aurat wanita, maka pada saat itu melihat hukumnya haram.

Demikian pula mendengar. Perbuatan mendengar termasuk perbuatan jibiliyyah, sehingga hukum asalnya adalah boleh. Mendengar suara apa saja boleh, apakah suara gemericik air, suara halilintar, suara binatang, juga suara manusia termasuk di dalamnya nyanyian. Hanya saja di sini ada sedikit catatan. Jika suara yang terdengar berisi suatu aktivitas maksiat, maka meskipun mendengarnya mubah, ada kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, dan tidak boleh mendiamkannya. Misalnya kita mendengar seseorang mengatakan, “Saya akan membunuh si Fulan!” Membunuh memang haram. Tapi perbuatan kita mendengar perkataan orang tadi, sebenarnya adalah mubah, tidak haram. Hanya saja kita berkewajiban melakukan amar ma’ruf nahi munkar terhadap orang tersebut dan kita diharamkan mendiamkannya.

Demikian pula hukum mendengar nyanyian. Sekedar mendengarkan nyanyian adalah mubah, bagaimanapun juga nyanyian itu. Sebab mendengar adalah perbuatan jibiliyyah yang hukum asalnya mubah. Tetapi jika isi atau syair nyanyian itu mengandung kemungkaran, kita tidak dibolehkan berdiam diri dan wajib melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nabi Saw bersabda:
“Siapa saja di antara kalian melihat kemungkaran, ubahlah kemungkaran itu dengan tangannya (kekuatan fisik). Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya (ucapannya). Jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya (dengan tidak meridhai). Dan itu adalah selemah-lemah iman.” [HR. Imam Muslim, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ibnu Majah].

Hukum Mendengar Nyanyian Secara Interaktif (Istima’ al-Ghina’)
Penjelasan sebelumnya adalah hukum mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’). Ada hukum lain, yaitu mendengarkan nyanyian secara interaktif (istima’ li al-ghina’). Dalam bahasa Arab, ada perbedaan antara mendengar (as-sama’) dengan mendengar-interaktif (istima’). Mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah sekedar mendengar, tanpa ada interaksi misalnya ikut hadir dalam proses menyanyinya seseorang. Sedangkan istima’ li al-ghina’, adalah lebih dari sekedar mendengar, yaitu ada tambahannya berupa interaksi dengan penyanyi, yaitu duduk bersama sang penyanyi, berada dalam satu forum, berdiam di sana, dan kemudian mendengarkan nyanyian sang penyanyi (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Jadi kalau mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah perbuatan jibiliyyah, sedang mendengar-menghadiri nyanyian (istima’ al-ghina’) bukan perbuatan jibiliyyah.

Jika seseorang mendengarkan nyanyian secara interaktif, dan nyanyian serta kondisi yang melingkupinya sama sekali tidak mengandung unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka orang itu boleh mendengarkan nyanyian tersebut.
Adapun jika seseorang mendengar nyanyian secara interaktif (istima’ al-ghina’) dan nyanyiannya adalah nyanyian haram, atau kondisi yang melingkupinya haram (misalnya ada ikhthilat) karena disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, maka aktivitasnya itu adalah haram (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Allah SWT berfirman:
“Maka janganlah kamu duduk bersama mereka hingga mereka beralih pada pembicaraan yang lainnya.” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 140).
“…Maka janganlah kamu duduk bersama kaum yang zhalim setelah (mereka) diberi peringatan.” (Qs. al-An’âm [6]: 68).
Hukum Memainkan Alat Musik
Bagaimanakah hukum memainkan alat musik, seperti gitar, piano, rebana, dan sebagainya? Jawabannya adalah, secara tekstual (nash), ada satu jenis alat musik yang dengan jelas diterangkan kebolehannya dalam hadits, yaitu ad-duff atau al-ghirbal, atau rebana. Sabda Nabi Saw:
“Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).” [HR. Ibnu Majah] ( Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (Al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 52; Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam Islam, hal. 24).

Adapun selain alat musik ad-duff / al-ghirbal, maka ulama berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkan.
Dalam hal ini penulis cenderung kepada pendapat Syaikh Nashiruddin al-Albani. Menurut Syaikh Nashiruddin al-Albani hadits-hadits yang mengharamkan alat-alat musik seperti seruling, gendang, dan sejenisnya, seluruhnya dha’if. Memang ada beberapa ahli hadits yang memandang shahih, seperti Ibnu Shalah dalam Muqaddimah ‘Ulumul Hadits, Imam an-Nawawi dalam Al-Irsyad, Imam Ibnu Katsir dalam Ikhtishar ‘Ulumul Hadits, Imam Ibnu Hajar dalam Taghliqul Ta’liq, as-Sakhawy dalam Fathul Mugits, ash-Shan’ani dalam Tanqihul Afkar dan Taudlihul Afkar juga Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim dan masih banyak lagi. Akan tetapi Syaikh Nashiruddin al-Albani dalam kitabnya Dha’if al-Adab al-Mufrad setuju dengan pendapat Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla bahwa hadits yang mengharamkan alat-alat musik adalah Munqathi’ (Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Dha’if al-Adab al-Mufrad, hal. 14-16).
Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla, juz VI, hal. 59 mengatakan:

“Jika belum ada perincian dari Allah SWT maupun Rasul-Nya tentang sesuatu yang kita perbincangkan di sini [dalam hal ini adalah nyanyian dan memainkan alat-alat musik], maka telah terbukti bahwa ia halal atau boleh secara mutlak.” (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 57).
Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah.

Hukum Mendengarkan Musik
Mendengarkan Musik Secara Langsung (Live)
Pada dasarnya mendengarkan musik (atau dapat juga digabung dengan vokal) secara langsung, seperti show di panggung pertunjukkan, di GOR, lapangan, dan semisalnya, hukumnya sama dengan mendengarkan nyanyian secara interaktif. Patokannya adalah tergantung ada tidaknya unsur kemaksiatan atau kemungkaran dalam pelaksanaannya.
Jika terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran, misalnya syairnya tidak Islami, atau terjadi ikhthilat, atau terjadi penampakan aurat, maka hukumnya haram.
Jika tidak terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka hukumnya adalah mubah (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 74).
Mendengarkan Musik Di Radio, TV, Dan Semisalnya
Menurut Dr. Abdurrahman al-Baghdadi (Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 74-76) dan Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki (Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 107-108) hukum mendengarkan musik melalui media TV, radio, dan semisalnya, tidak sama dengan hukum mendengarkan musik secara langsung sepereti show di panggung pertunjukkan. Hukum asalnya adalah mubah (ibahah), bagaimana pun juga bentuk musik atau nyanyian yang ada dalam media tersebut.

Kemubahannya didasarkan pada hukum asal pemanfaatan benda (asy-yâ’) —dalam hal ini TV, kaset, VCD, dan semisalnya— yaitu mubah. Kaidah syar’iyah mengenai hukum asal pemanfaatan benda menyebutkan:
Al-ashlu fi al-asy-yâ’ al-ibahah ma lam yarid dalilu at-tahrim “Hukum asal benda-benda, adalah boleh, selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya.” (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 76).
Namun demikian, meskipun asalnya adalah mubah, hukumnya dapat menjadi haram, bila diduga kuat akan mengantarkan pada perbuatan haram, atau mengakibatkan dilalaikannya kewajiban. Kaidah syar’iyah menetapkan:
Al-wasilah ila al-haram haram “Segala sesuatu perantaraan kepada yang haram, hukumnya haram juga.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, hal. 86).
Pedoman Umum Nyanyian dan Musik Islami
Setelah menerangkan berbagai hukum di atas, penulis ingin membuat suatu pedoman umum tentang nyanyian dan musik yang Islami, dalam bentuk yang lebih rinci dan operasional. Pedoman ini disusun atas di prinsip dasar, bahwa nyanyian dan musik Islami wajib bersih dari segala unsur kemaksiatan atau kemungkaran, seperti diuraikan di atas. Setidaknya ada 4 (empat) komponen pokok yang harus diislamisasikan, hingga tersuguh sebuah nyanyian atau alunan musik yang indah (Islami):

1. Musisi/Penyanyi.
2. Instrumen (alat musik).
3. Sya’ir dalam bait lagu.
4. Waktu dan Tempat.
Berikut sekilas uraiannya:
Musisi/Penyanyi

a) Bertujuan menghibur dan menggairahkan perbuatan baik (khayr / ma’ruf) dan menghapus kemaksiatan, kemungkaran, dan kezhaliman. Misalnya, mengajak jihad fi sabilillah, mengajak mendirikan masyarakat Islam. Atau menentang judi, menentang pergaulan bebas, menentang pacaran, menentang kezaliman penguasa sekuler.

b) Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar (meniru orang kafir dalam masalah yang bersangkutpaut dengan sifat khas kekufurannya) baik dalam penampilan maupun dalam berpakaian. Misalnya, mengenakan kalung salib, berpakaian ala pastor atau bhiksu, dan sejenisnya.

c) Tidak menyalahi ketentuan syara’, seperti wanita tampil menampakkan aurat, berpakaian ketat dan transparan, bergoyang pinggul, dan sejenisnya. Atau yang laki-laki memakai pakaian dan/atau asesoris wanita, atau sebaliknya, yang wanita memakai pakaian dan/atau asesoris pria. Ini semua haram.

Instrumen/Alat Musik
Dengan memperhatikan instrumen atau alat musik yang digunakan para shahabat, maka di antara yang mendekati kesamaan bentuk dan sifat adalah:
a) Memberi kemaslahatan bagi pemain ataupun pendengarnya. Salah satu bentuknya seperti genderang untuk membangkitkan semangat.
b) Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar dengan alat musik atau bunyi instrumen yang biasa dijadikan sarana upacara non muslim.
Dalam hal ini, instrumen yang digunakan sangat relatif tergantung maksud si pemakainya. Dan perlu diingat, hukum asal alat musik adalah mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Sya’ir

Berisi:
a) Amar ma’ruf (menuntut keadilan, perdamaian, kebenaran dan sebagainya) dan nahi munkar (menghujat kedzaliman, memberantas kemaksiatan, dan sebagainya)
b) Memuji Allah, Rasul-Nya dan ciptaan-Nya.
c) Berisi ‘ibrah dan menggugah kesadaran manusia.
d) Tidak menggunakan ungkapan yang dicela oleh agama.
e) Hal-hal mubah yang tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam.
Tidak berisi:
a) Amar munkar (mengajak pacaran, dan sebagainya) dan nahi ma’ruf (mencela jilbab,dsb).
b) Mencela Allah, Rasul-Nya, al-Qur’an.
c) Berisi “bius” yang menghilangkan kesadaran manusia sebagai hamba Allah.
d) Ungkapan yang tercela menurut syara’ (porno, tak tahu malu, dan sebagainya).
e) Segala hal yang bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam.
4). Waktu Dan Tempat
a) Waktu mendapatkan kebahagiaan (waqtu sururin) seperti pesta pernikahan, hari raya, kedatangan saudara, mendapatkan rizki, dan sebagainya.
b) Tidak melalaikan atau menyita waktu beribadah (yang wajib).
c) Tidak mengganggu orang lain (baik dari segi waktu maupun tempat).
d) Pria dan wanita wajib ditempatkan terpisah (infishal) tidak boleh ikhtilat (campur baur).

Demikian Materi Seni dalam Perspektif / Pandangan Islam , dimana Seni dapat dihalalkan dan diharamkan sesuai situasi dan Kondisi nya . Seni juga dapat menjadi media penyampaian dakwah , seperti Wayang yang digunakan oleh para Wali Songo di Indonesia untuk berdakwah.

Read More » Seni Dalam Perspektif Islam

Arti Dan Makna Seni

Arti Dan Makna Seni

Seni merupakan hasil ungkapan rasa keindahan, sedih , gembira dan lainnya . Yang wujudnya dapat berupa lukisan , pahatan , grafis , tari , musik , dan lainnya . Macam aliran seni antara lain , Klasisisme , Romatisme , Naturalisme , Realisme , Ekspresionisme , dan Impresionisme.

1. Klasisisme disebut juga neoklasisme yaitu , aliran seni rupa , bangunan, tata ruang , dan sastra yang mengacu pada bentuk yang antik / klasik.

2. Naturalisme , berupaya menerapkan pandangan ilmiah mengenai seni , dan filsafat.

3. Realisme merupakan aliran yang muncul dari Romantisme , Realisme menunjukkan hal- hal yang nyata.

4. Ekspresionisme , adalah aliran seni yang mengutamakan pengungkapan sebuah ciptaan . Sedang impresionisme merupakan aliran yang mendasarkan penciptaan karya , dari apa yang dilihat dan dihayati.

Dari arti katanya “seni” berasal dari kata SANI yang artinya “Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa”. Sedangkan menurut kajian ilmu di eropa mengatakan ART (artivisial) yang artinya kurang lebih adalah barang/ atau karya dari sebuah kegiatan.

Berdasarkan penelitian para ahli menyatakan seni/karya seni sudah ada sejak 60.000 tahun yang lampau. Bukti ini terdapat pada dinding-dinding gua di Prancis Selatan. Buktinya berupa lukisan yang berupa torehan-torehan pada dinding dengan menggunakan warna yang menggambarkan kehidupan manusia purba.

Artefak/bukti ini mengingatkan kita pada lukisan moderen yang penuh ekspresi. Hal ini dapat kita lihat dari kebebaan mengubah bentuk. Satu hal yang membedakan antara karya seni manusia Purba dengan manusia Modern adalah terletak pada tujuan penciptaannya. Kalau manusia purba membuat karya seni/penanda kebudayaan pada massanya adalah semat-mata hanya untuk kepentingan Sosioreligi, atau manusia purba adalah figure yang masih terkungkung oleh kekuatan-kekuatan di sekitarnya.

Sedangkan manusia modern membuat karya seni/penanda kebudayaan pada massanya digunakan untuk kepuasan pribadinya dan menggambarkan kondisi lingkungannya Dengan kata lain manusia modern adalah figure yang ingin menemukan hal-hal yang baru dan mempunyai cakrawala berfikir yang lebih luas. Semua bentuk kesenian paa jaman dahulu selalu ditandai dengan kesadaran magis; karena memang demikian awal kebudayaan manusia. Dari kehidupan yang sederhana yang memuja alam sampai pada kesadaran terhadap keberadaan alam
Seni pun terbagi atas beberapa macam diantara lain , Seni Rupa , Seni Musik , Seni Lukis , Seni Pahat , Senu Patung , Seni Tari , dan banyak kesenian lainnya.

Pada awalnya seni diciptakan untuk kepentingan bersama/milik bersama.karya- karya seni yang ditinggalkan pada masa pra-sejarah digua-gua tidak pernah menunjukan identitas pembuatnya. Demikian pula peninggalan-peninggalan dari masa lalu seperti bangunan atau artefak di mesir kuno, Byzantium, Romawi, India, atau bahkan di Indonesia sendiri. Kalupun toh ada penjelasan tertentu pada artefak tersebut hanya penjelasan yang menyatakan benda/bangunan tersebut di buat untuk siapa”.
Ini pun hanya ada pada setelah jaman, katanya para ahli arkiologi sich saya sendiri tidak tahu pasti. Kita bisa menyimpulkan kesenian pada jaman sebelum moderen kesenian tidak beraspek individulistis.

Sejak kapan fungsi individulistis dari seni mulai tampak ?, katanya para sejarawan lagi, beliau-beliau mengatakan sejak seni memasuki jaman moderen. Kenapa ini bisa terjadi ? (ini kata saya sedikit mengutip kata-kata para ahli yang terdahulu). Karena mengikuti pola berfikir manusia yang maunya mencari kebaruan dan membuat perubahan (entah baik atau buruk).
Dalam sejarah seni terjadi banyak pergeseran. Sejak renaisans atau bahkan sebelumnya , basis-basis ritual dan kultis dari karya seni mulai terancam akibat sekularisasi masyarakat. Situasi keterancaman itu mendorong seni akhirnya mulai mencari otonomi dan mulai bangkit pemujaan sekular atas keindahan itu sendiri.

Dengan kata lain fungsi seni menjadi media ekspresi, dan setiap kegiatan bersenian adalah berupa kegiatan ekspresi kreatif, dan setiap karya seni merupakan bentuk yang baru, yang unik dan orisinil. Karena sifatnya yang bebas dan orisinal akhirnya posisi karya seni menjadi individualistis.
Seni pada perkembangannya di jaman modern mengalami perubahan atau pembagian yakni seni murni atau seni terapan/ seni dan desain yang lebih jauh lagi seni dan desain oleh seorang tokoh pemikir kesenian yang oleh orang tuanya di beri nama Theodor Adorno di beri nama “Seni Tinggi” untuk Seni Murni dan “Seni Rendah” untuk Seni Terapan atau Desain.

Karena menurutnya dalam seni tinggi seorang seniman tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (kebutuhan pasar/bertujuan komersial) dalam menciptakan sebuah karya seni/murni ekspresi, sedangkan seni rupa rendah adalah seni yang dalam penciptaannya dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Adorno menganggap seni harus berbeda harus berbeda dengan benda lain (barang); ia harus mempunyai “sesuatu”.

Sesuatu itu tidak sekedar menjadi sebuah komoditas. Karena sebuah karya atau benda yang sebagai komoditas akan menghancurkan semangat sosial, pola produksi barang yang menjadi komoditas adalah pola yang ditentukan dari atas oleh seorang produsen.

Terakhir kita menuju pada jaman Post-moderen/Kontemporer. Di jaman Kontemporer ini bentuk kesenian lebih banyak perubahannya baik secara kebendaan atau kajian estetiknya, yang lebih dahsyat lagi landasan logikanya.


Read More » Arti Dan Makna Seni

Komposisi Dasar Musik

 Komposisi Dasar Musik

Ada kepuasan tersendiri ketika kita berhasil menciptakan sebuah komposisi musik. Berbeda dengan pembuatan aransemen  di mana kita mengolah karya yang sudah ada sebelumnya, maka membuat  komposisi adalah  melahirkan sebuah karya baru yang sebelumnya tidak ada. Ini seperti menjadi pelukis, penulis, atau pencipta tari.

 Komposisi Dasar Musik

    Bila Anda sudah mahir bermain gitar, sudah memainkan banyak karya  dari berbagai jenis musik, dan mungkin sudah pernah membuat aransemen gitar dari lagu-lagu non-gitar, mungkin kini saatnya Anda belajar membuat komposisi.
"Apakah kita harus belajar teori atau kuliah di jurusan musik dulu agar bisa bikin komposisi?" begitu mungkin Anda bertanya. Bisa ya, bisa tidak. Bila Anda berharap bisa menciptakan karya-karya rumit atau megah, entah itu untuk ensambel kecil hingga simfoni atau opera, jelas belajar terori ataupun kuliah musik sangat membantu.
Jika yang hendak kita ciptakan adalah karya untuk solo gitar, maka besar kemungkinan kita bisa melakukannya berbekal kemampuan yang sudah kita miliki saat ini. Terlebih lagi jika selama ini kita banyak bermain, mendengar, dan menganalisa  musik. Saya kenal beberapa teman gitaris yang tidak pernah belajar komposisi secara formal, namun bisa menghasilkan karya-karya solo gitar yang bagus.
Saya juga termasuk yang tidak pernah belajar komposisi secara formal namun nekat membuat komposisi. Mungkin hasilnya tidak sebagus atau se-artistik karya para komposer serius. Jumlah karya pun sedikit. Namun saya cukup senang ada banyak orang yang menyukai karya saya. Tak sedikit pula gitaris yang senang memainkan karya-karya saya.
Nah, kali ini saya akan berbagi tentang proses dan pengalaman saya membuat komposisi. Saya tidak berharap setelah membaca artikel ini Anda akan jadi jago bikin komposisi. Ada ada banyak hal lagi yang harus dipelajari sebelum sampai di situ. Namun setidaknya, tulisan ini bisa menginspirasi Anda untuk BERANI memulai membuat komposisi sendiri. Dengan sendirinya, Anda ikut membantu menambah perbendaharaan karya musik asli untuk gitar dari Indonesia.

BERBAGAI  PROSES PENDORONG
Dari pengalaman saya, ada sejumlah hal yang menjadi pendorong mulainya proses mencipta karya. Umumnya diawali dari tiga hal ini.
1) Dari coba-coba
    Saya bunyikan asal-asalan sebuah rangkaian melodi --biasanya pendek dan sederhana-- ataupun sebuah arpegio dengan chord yang asal pencet di sembarang tempat di leher gitar. Sembari bermain tak menentu itu, tiba-tiba saja bisa muncul melodi atau corak chord yang membetot perhatian saya.
Saya akan berhenti dan mengulanginya sampai tertanam dalam benak dan perasaan saya. Dari situ saya berusaha mengembangkannya menjadi musik yang lebih kaya dan lebih panjang. Untuk melengkapinya, proses coba-coba atau main asal-asalan bisa dilakukan kembali, hanya saja kali ini saya sudah punya semacam "pagar". Saya upayakan, temuan-temuan baru harus cocok atau nyambung dengan temuan awal tadi.
Agar tak lupa. Kita bisa langsung menulis penggalan-penggalan musik yang  kita "temukan" tadi. Atau bisa juga dengan memasang alat perekam selama kita bermain. Dengan demikian, jika kita ingin mendengarnya kembali, tinggal membaca atau memutar ulang perekam.
Contoh karya saya yang bermula dari coba-coba ini adalah "Morning Rain" yang saya masuukan dalam album "Becak Fantasy". Melodi dari kalimat pertama adalah temuan tanpa sengaja saat bermain gitar tanpa arah. Namun kalimat itu  terus terngiang di telinga dan tertanam di benak saya. Cukup lama, sebelum saya mulai bisa mengembangkannya, dengan mempertimbangkan suasana dan karakter yang terasa dari melodi dasar tadi. Pengembangan ini terpicu oleh suasana hati ketika suatu hari melihat hujan turun dari balik jendela kamar saya.

2) Terinspirasi karya lain
Ada banyak gitaris yang saya kagumi. Salah satunya Earl Klugh. Dia mampu membuat melodi dan rangkaian chord yang begitu manis. Dari situ lahir sebuah gagasan, saya kelak harus bisa bikin karya yang semanis itu. Dengan sering mencoba memainkan karya-karya Earl Klugh, saya mulai memahami kesederhanaan melodinya, tipe interval yang gunakan, hingga jenis-jenis pergerakan chord-nya.
Dengan bekal pengetahuan itulah, saya mulai proses membuat komposisi. Tidak langsung jadi tentunya. Dimulai dari pemilihan pergerakan chord, lalu dilanjutkan dengan penambahan melodi. Ya, dalam proses pembuatan melodi, menyanyi bisa sangat membantu untuk mendapatkan melodi yang pas. Menyanyilah dengan bebas, gunakan perasaan Anda mengikuti pergerakan chordnya. Hasilnya bisa di luar dugaan. Karya yang tercipta adalah Once Upon A Rainy Day yang ada di album Hujan Fantasy.
Karya saya Capuccino Rumba lahir karena teringat pada karya gitaris flamenco Paco Pena, Rumba Flamenca. Saya menggunakan iramanya saja, sedangkan melodi saya bikin sendiri. Adapun gerakan chord, meski saya bikin sendiri, tak bisa dipungkiri bahwa tidak ada yang baru. Banyak lagu yang mengunakan pergerakan chord serupa.

3) Utak-atik dan eksperimen
Ada suatu masa di mana saya senang sekali mengutak-atik melodi pentatonis. Tiap kali saya main gitar iseng, selalu yang muncul melodi pentatonis. Dari situlah saya berpikir, kenapa tidak  sekalian saja diwujudkan jadi komposisi? Sayang jika kita sudah mengutak-atik tapi lantas lenyap begitu saja. Dari niatan inilah lahir karya-karya yang bernuansa pentatonis. Yakni: Little Windbells, Rickshaw, dan Moonrise. Ketiganya ada di album Hujan Fantasy.

4) Dari sebuah peristiwa, suasana, benda, dan orang
Ya, peristiwa, suasana, orang, dan benda bisa menjadi pendorong bagi kita untuk mencipta komposisi. Misalnya, sebuah cerita pendek karangan istri saya,  Surat untuk Niken tentang Kupu-kupu, mendorong lahirnya kompisisi The Butterfly Dance. Saya menggunakan arpegio untu menggambarkan kepak sayap kupu-kupu, dan loncatan-loncatan chord untuk gerakannya berpindah dari satu bunga ke bunga lain.
Contoh-contoh lain: Song for Renny lahir dari rasa rindu dan cinta pada istri saya, Waiting for Sunset saat melihat matahari terbenam di Kuta,  The Clock saat mendengar detak jam dinding malam-malam,  dan Clouds saat melihat gumpalan-gumpalan awan putih dari jendela pesawat terbang.
Sering kali, berbagai pemicu ini juga melibatkan proses nomor 1 dan 2 di atas dalam mewujudkannya menjadi karya yang utuh. 

SYARAT-SYARAT DASAR

    Apa pun pencetus atau proses yang dilalui, sebuah komposisi yang baik menurut saya memiliki beberapa syarat dasar.
  • Yang pertama adalah keteraturan pola yang bisa teramati oleh telinga. Keteraturan ini bisa dalam berbagai bentuk. Dimulai dari pilihan jenis tangga nada maupun nada dasar, pilihan motif ritmis melodi dan iringan, pergerakan chord, hingga pilihan struktur. 
  • Yang kedua adalah adanya harmonisasi. Yakni keserasian dan keterpaduan antar-not menjadi rangkaian melodi, bentuk chord, hingga pergerakan antar-chord. Beberapa pendapat ekstrem menyatakan tidak perlu lagi kita belajar teori harmoni karena  musik adalah seni, dan seni adalah kebebasan dari aturan. Ya, ada benarnya. Tapi tetap, menurut pendapat saya,  kita tidak bisa menulis/membunyikan not asal-asalan lantas dengan lantang menyebutnya sebagai musik. Jadi, jika memang memungkinkan, tidak ada ruginya Anda memelajari dasar-dasar harmoni musik.
  • Yang ketiga, musik yang baik memiliki karakter atau ciri. Ini membantu audiens cepat akrab dan tidak mudah melupakan musik kita. Ini sama halnya seperti kita mendapat kenalan baru yang punya ciri atau karakter yang khas. Kita tidak akan mudah melupakannya. Tentu saja, kita berharap mampu menghadirkan karakter yang menyenangkan untuk diingat.
    Sebagai penutup, kita patut pikirkan kembali apa sebetulnya tujuan kita membuat komposisi. Ada macam-macam tujuan orang menciptakan karya musik. Ada yang membuat untuk tujuan eksperimen ataupun mengasah intelektualitas. Ada yang untuk menyampaikan isi hati atau emosinya. Bahkan ada juga yang mencipta semata-mata demi mencari uang. Bagi saya sendiri, tujuan membuat komposisi adalah membuat karya yang bisa menyenangkan bagi pendengarnya dan akan selalu terekam dalam kenangan mereka. Anda termasuk yang mana?
***   
Read More » Komposisi Dasar Musik

Rabu, 03 Oktober 2012

Asal Muasal Kata "Musik'

ASAL MUASAL KATA “MUSIK”?


ORIGIN

Musik (berasal dari bahasa Yunani ‘musiké téchne’ atau bahasa Latin ‘musica’ = art of the Muses) merupakan pengekspresian, pengungkapan, perwujudan, manifestasi artisik dalam kehidupan manusia. Menurut mitologi Antique Yunani, musik merupakan hadiah dewa Apollon dan Muse. Dalam bahasa Yunani mousikê berarti muse, yang artinya seni atau ilmu pengetahuan yang dikuasai oleh para Muses – sembilan dewi yang merupakan anak-anak dari dewa Zeus; setiap Muse mewakili satu bidang seni atau ilmu pengetahuan, seperti: musik (lagu, thimne, koor), tari, teater (puisi, sejarah, filosofi, matematika (aritmatika, geometri, astronomi) dst. Pada umumnya para dewi digambarkan sebagai wanita yang cantik yang menguasai musik instrumen tertentu.

BETWEEN MUSIC AND OTHER ASPECTS

Di dalam sejarah, musik selalu dihubungkan dengan bahasa (teks) dan tari yang selalu muncul dalam bentuk baru (opera, balet, art song, dsb.) Umumnya puisi selalu ditampilkan dalam bentuk nyanyian, maupun recitative serta diiringi oleh sebuah instrumen. Salah satu filsuf Yunani yang sangat terkenal, yaitu Plato, bahkan menyarankan generasi muda Yunani untuk mengembangkan kemampuan mereka, baik dalam hal olah raga maupun musik, agar mereka mampu bertempur lebih baik dalam perang, serta mengekspresikan diri melalui lagu. Musik memegang peranan yang sangat penting di setiap aspek kehidupan masyarakat Yunani - mulai dari upacara keagamaan (perkawinan, kematian, panen) hingga perang dan kompetisi. Bahkan dalam mitologi Yunani, musik dianggap berasal dari sesuatu yang sifatnya ilahi, mempunyai kekuatan magis, yang bisa menyembuhkan penyakit, memurnikan tubuh serta menenangkan pikiran.

THE NINE MUSE


Sembilan dewi Muse adalah, sbb:

  •     Kleio – muse of poetry, history and writing

  •     Euterpe – muse of lyric poetry and music

  •     Thaleia – muse of comedy

  •     Melpomene – muse of tragedy

  •     Tepsichore – muse of dance

  •     Erato – muse of love poetry

  •     Polyhymnia – muse of oratory, sacred hymns and poetry

  •     Urania – muse of astronomy and science

  •     Caliope – muse of eloquence and epic poetry

“APOLLO DANCING with the MUSES” (by FRANCESCO BARTOLOZZI)
“THE NINE MOUSAI”

Museum Collection: Trier, German



Sebuah mosaik dihiasi dengan potret dari sembilan Mousai: Thaleia dengan kuali gembala dan masker komik, Terpsikhore dan Erato kecapi, Kalliope dan Kleio gulungan, Ourania dunia, melpomene, Euterpe dan Polymnia attributeless.
Read More » Asal Muasal Kata "Musik'